Sabtu, 15 September 2018

Munir

 Munir Said Thalib
TTL : Malang, 8 Desember 1965
Meninggal : 7 Desember 2004

          Ia adalah seorang aktivis HAM Indonesia keturunan Arab-Indonesia. Jabatan terakhirnya adalah Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial. Saat menjabat Dewan Kontras namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu.

          Ia merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara Said Thalib dan Jamilah. Munir sempat berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dan mendapat gelar sarjananya. Selama menjadi mahasiswa, Munir dikenal sebagai aktivis kampus yang sangat gesit. Ia pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya pada tahun 1998, Koordinator Wilayah IV Asosiasi Mahasiswa Hukum Indonesia pada tahun 1989, anggota Forum Studi Mahasiswa untuk Pengembangan Berpikir Universitas Brawijaya pada tahun 1988, Sekretaris Dewan Perwakilan Mahasiswa Hukum Universitas Brawijaya pada tahun 1988, Sekretaris Al-Irsyad cabang Malang pada 1988, dan menjadi anggota Himpunan Mahsiswa Islam (HMI). 

Organisasi :
  1. Sekretaris BPM FH Unibraw (1988)
  2. Ketua Senat Mahasiswa FH Unibraw (1989)
  3. Anggota HMI Komisariat Hukum Unibraw
  4. Ketua Umum Komisariat Hkukum Unibraw HMI Cabang Malang
  5. Sekretaris Al Irsyad Kabupaten Malang (1988)
  6. Divisi Legal Komite Solidaritas untuk Marsinah
  7. Sekretarsi Tim Pencari Fakta Forum Indonesia Damai.
Jasa Munir
  • Munir mengawali kariernya dalam berbagai kasus pembelaan HAM dengan menjadi relawan di LBH (Lembaga Bantuan Hukum) di Surabaya pada tahun 1989, hingga ia diangkat menjadi Direktur LBH Semarang pada tahun 1996. Munir juga menduduki berbagai jabatan di YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) sampai mendirikan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS). Jabatan terakhir beliau adalah menjabat sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau HAM Indonesia Imparsial.
  • Masyarakat mengatakan Munir Said Thalib mulai dikenal sejak dirinya terlibat sebagai salah satu pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik oleh Tim Mawar dari Kopassus setelah Soeharto lengser dari pemerintahan. Berikut adalah berbagai permasalah HAM yang pernah Munir perjuangkan.
  • Kasus Araujo dalam tuduhan pemisahan Timor Timur dari Indonesia di tahun 1992, kasus Marsinah di tahun 1994, kasus George Junus Aditjondro di tahun 1994, kasus hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di Jakarta tahun 1997-1998, kasus pembunuhan terhadap masyarakat sipil di Tanjung Priok, kasus penembakan mahasiswa di Semanggi pada Tragedi Semanggi I dan II, penggagas Komisi Perdamaian dan Rekonsiliasi di Maluku, dan masih ada banyak lagi jasa yang telah dilakukannya.
  • Munir selalu membela dan memperjuangkan hak asasi dari mereka yang dilanggar hak-haknya. Setiap ada masalah mengenai pelanggaran HAM, Munir akan selalu berada di barisan terdepan.


Penghargaan
  1. Right Livelihood Award 2000, Penghargaan pengabdian bidang kemajuan HAM dan kontrol sipil terhadap militer (Swedia, 8 Desember 2000)
  2. Mandanjeet Singh Prize, UNESCO, untuk kiprahnya mempromosikan Toleransi dan Anti-Kekerasan (2000)
  3. Salah satu Pemimpin Politik Muda Asia pada Milenium Baru (Majalah Asiaweek, Oktober 1999)
  4. Man of The Year versi majalah Ummat (1998).
  5. Suardi Tasrif Awards, dari Aliansi Jurnalis Independen, (1998) atas nama Kontras
  6. Serdadu Awards, dari Organisasi Seniman dan Pengamen Jalanan Jakarta (1998)
  7. Yap Thiam Hien Award (1998)
  8. Satu dari seratus tokoh Indonesia abad XX, majalah Forum Keadilan

Kasus Munir

          Setiap keberhasilan seseorang pasti terdapat mereka yang akan senantiasa mendukung dan melindungi, tapi jangan lupakan pula mereka yang tidak menyukai dan merasa terancam. Itu pulalah yang dihadapi oleh Munir Salid Thalib. Di balik kesuksesan dan keberhasilan dalam memecahkan dan memperjuangkan kasus HAM, ternyata banyak pihak-pihak yang merasa terancam dengan keberadaannya.

          Buruknya adalah ketika perasaan itu menimbulkan tindakan yang keji seperti membunuh. Benar. Tokoh Nasional kita meninggal dengan cara diracun zat arsenik. Beliau meninggal ketika sedang dalam perjalanan menuju Amsterdam menaiki pesawat. Pada saat itu penerbangan yang dilakukan adalah untuk mengantarkan Munir melanjutkan studi di Universitas Ultrecht.

          Siapa sangka ternyata penerbangan itu justru mengantarkan dirinya menuju akhir hidupnya. Banyak yang menyangka bahwa kematian Munir adalah sesuatu yang telah direncanakan, terungkap dari tertangkapnya Pollycarpus Budihari Priyanto seorang pilot maskapai Garuda Indonesia yang saat itu menerbangkan pesawat yang ditumpangi oleh Munir.

          Walaupun sudah ada tersangka yang tertangkap, motif di balik pembunuhan tersebut masih belum jelas yang mengakibatkan ketidakjelasan pada kasus ini. Hingga kini Pollycarpus telah dibebaskan bersyarat dari penjara, tapi masih belum ada kepuasan dan kejelasan yang ditemukan dari kasus ini. Entah mengapa kasus ini menghilang secara tiba-tiba dari perbincangan masyarakat.
          Hanya sedikit dari masyarakat yang masih mengingatnya dan mungkin berusaha untuk memperjuangkannya. Tanggal kematian Munir, yaitu 7 September 2004 kemudian dijadikan tanggal peringatan Hari Pembela HAM Indonesia.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar